Monday 23 September 2013

PENGGUNAAN SISTEM SRI (Sistem of Rice Intensification ) DALAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI DAN PERBEDAANYA DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

 BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris dan beriklim tropis yang mempunyai potensi alam yang mendukung pertumbuhan tanaman pangan yang menjadi pusat kebutuhan yang mutlak bagi setiap masyarakat di Indonesia. Setiap makhluk hidup di dunia ini membutuhkan pangan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Ketahanan pangan bukan hanya masalah “cukup makan”. Lebih jauh dari itu, pemenuhan hak atas pangan dapat dipandang sebagai salah satu pilar utama hak azazi manusia (Kurdianingsih, 2012).
Padi merupakan jenis tanaman pangan utaman di Indonesia dan merupakan salah satu budidaya terpenting dalam peradaban. Padi (Oryza sativa .L) yang menjadi maradona pangan sendiri bagi semua kalangan memang tidak dapat diragukan lagi jika memang harus perlu peningkatan produktifitas padi nasional, tapi melihat kejadian impor padi yang meningkat terutama di Indonesia terlihat bahwa sistem yang digunakan dalam peningkatan produksi padi belum mencukupi kebutuhan pangan rakyat, sehingga seperti yang disebut tadi Indonesia mengimpor beras dari negara tetangga untuk menutupi kekurangan akan beras nasional.  Kebutuhan beras sebagai pangan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena lahan pertanian yang semakin menyempit dan jumlah penduduk yang semakin meningkat (Hasibuan, 2012).
Petani sebagai insan yang berperan menghasilkan bahan pangan kondisinya sangat memprihatinkan. Petani menghadapi banyak permasalahn dalam perannya menghasilkan bahan pangan. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Kajian keadaan pedesaan secara partisipatif adalah salah satu tahap dalam upaya meningkatkan kemandirian, hasil panen dan kesejahteraan masyarakat dalam hidupnya. Kajian keadaan pedesaan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan percaya diri masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa situasi, potensi dan masalahnya sendiri. Dalam kajian keadaan pedesaan secara partisipatif melalui Pemberdayaan Masyarakat, masyarakat dapat memanfaatkan informasi dan hasil kajian yang dilakukan bersama oleh masyarakat bersama tim fasilitator, untuk mengembangkan rencana kerja masyarakat petani agar lebih maju dan mandiri Sunyoto Usman (2008:33-40) (dalam Ayuningtyas, 2012).
Dalam upaya peningkatan produktivitas padi ini maka perlu suatu teknologi yang tepat guna, salah satunya adalah penerapan SRI (The System of Rice Intensification). SRI merupakan salah satu sistem budidaya tanaman padi yang menekankan menajemen pengelolaan tanaman, tanah, dan air. Sistem SRI ini dapat meningkatkan hasil panen padi sebesar 78% Hasan dan Sato, 2007 (dalam Hasibuan, 2012).

1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan SRI?
2. Apa perbedaan SRI dengan sistem konvensional?
3. Apa kekurangan menggunakan sistem SRI?

1.3 Tujuan
1.  Untuk menegetahui sistem SRI.
2. Untuk memberikan informasi tentang perbedaan sistem SRI dan sistem kopnvensional.
3.  Untuk mengetahui kekurangan sistem.


BAB 2. ISI
2.1 Data
Sistem tanam pada metode SRI pada prakteknya berbeda dengan sistem konvensional, perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Metode SRI dengan sistem konvensional
No
Komponen
Konvensional
Metode SRI
1
Kebutuhan benih
30-40 kg/ha
5-7 kg kg/ha
2
Pengujian benih
Tidak dilakukan
Dilakukan pengujian
3
Umur dipersemaian
20-30 HSS
7-10 HSS
4
Pengolahan tanah
2-3 kali (struktur lumpur)
3 kali (struktur lumpur dan rata)
5
Jumlah tanaman per lobang
Rata-rata  5 batang
1 batang
6
Posisi akar waktu tanam
Tidak beraturan
Horizontal (L)
7
Pengairan
Terus digenangi
Disesuaikan dengan kebutuhan
8
Pemupukan
Pupuk kimia
Pupuk organik
9
Penyiangan
Diarahkan pada pemberantasan gulma
Diarahkan pada pengelolaan perakaran
10
Rendemen (keuntungan)
50-60%
60-70%
(Sumber:  Hasibuan, 2012)

2.2 Pembahasan
Budidaya padi organik dengan menggunakan metode SRI mengutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya (Pratama, 2012). SRI merupakan salah satu sistem budidaya tanaman padi yang menekankan menajemen pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang dapat digunakan sebagai salah satu sistem budidaya untuk intensifikasi pertanian. SRI sendiri berupa metode pertanian yang berkelanjutan yang ramah lingkungan dimana pengelolaannya jauh dari polusi kimia sehingga produk berbasis organik dan  non-residu baik di tanah, lingkungan, dan produk. Gagasan SRI pada mulanya dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Fr. Henri de Laulanie, S. J., seorang Pastor Jesuit asal Prancis. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancisnya dinamakan Le System de Riziculture Intensive disingkat SRI  dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Sistem of Rice Intensification  (Anugrah, Wardana dan Sumedi, 2008 dalam Hasibuan, 2012).  . Metode SRI dapat menurunkan input yang besar dari penggunaan pupuk anorganik dimana kadar kimianya dapat merusak tanah. Metode SRI hanya mengandalkan bahan organik dalam pengelolaannya dan pengurangan input air skala besar selama masa tanam padi.
Pertanian organik pada prinsipnya menitik beratkan prinsip daur ulang hara melalui sampah-sampah dari panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa ke dalam tanah, dan konservasi air, mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional.
Dalam pengelolaanya, metode SRI hanya mengandalkan kebutuhan pupuk organik dan pestisida organik untuk padi organik metode SRI yang dapat diperoleh dengan cara mencari dan membuatnya sendiri. Seperti pembuatan kompos sebagai pupuk ini dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator EM (Efektif Mikroorganisme), begitu pula dengan pestisida dicari dari tumbuhan berhasiat sebagai pengendali hama. Namun yang perlu diketahui dalam pertanian metode SRI ini, penggunaan pupuk organik dari musim pertama ke musim berikutnya memang mengalami penurunan rata-rata 25% dari musim sebelumnya. Sedangkan pada metode konvensional pemberian pupuk anorganik dari musim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi petani konvensional untuk dapat meningkatkan produksi (panen) apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala musim tanam tiba, selain itu juga akan merusak alam, lingkungan, dan lahan dengan menyisakan residu.Tidak pada sistem SRI ini, dalam jangka waktu yang lama, metode SRI akan meningkat produktivitasnya dengan baik karena unsur hara dapat tersuplai dengan baik dan komplit dari hara makro dan mikro, biasanya metode pertanian SRI akan terlihat setelah 3 kali musim panen, karena perombakan hara yang dilakukan mikroorganisme tanah sudah dapat digunakan oleh tanaman. Karena metode pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal
Penerapan SRI yang sering digunakan berdasarkan atas lima komponen penting yaitu, penanaman bibit muda yang berumur 6-12 hari setelah semai, bibit ditanam satu batang per lubang, jarak tanaman yang lebar, kondisi tanah yang lembab dan rutin dilakukan penyiangan untuk menghilangkan gulma serta meningkatkan aerasi tanah. Penggunaan  bibit muda pada sistem SRI ini karena pada bibit muda akar lebih mampu menyokong tanaman yang akan tumbuh dibandingkan dengan bibit tua, hal ini menentukan dalam pertumbuhan tanaman selanjutnya. Penanaman satu batang per lubang akan menurunkan kebutuhan benih serta kondisi tanah yang tidak tergenang dapat meningkatkan aerasi dan efisiensi penggunaan air. Menurut VECO Indonesia (2007), proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut:
a.       Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak atau tidak terlalu berlebihan”.
b.      Sesudah padi mencapai umur 9-10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama
c.       Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
d.      Pada umur 19-20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
e.       Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15-20 hari sebelum panen).
f.       SRI juga sudah diuji coba dan diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, pada wilayah Indonesia bagian timur SRI dapat meningkatkan produksi padi sebesar 78%, penurunan penggunaan benih sebesar 80%, penghematan penggunaan air sebesar 40% serta menurunkan biaya produksi sebesar 20%.
Perbedaan yang mendasar dari sistem SRI dengan sistem konvensional sendiri yaitu: (1) Persiapan bibit awalnya dilakukan perendaman selama 24 jam dan diperam  selama 2 malam, disemaikan pada media tanah dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1-1 dipersemaian, dan dibiarkan berkecambah sehingga menjadi bibit muda pada umur 12 hari sehingga siap untuk ditanam dilahan sawah, (2) Pengairan selama periode pertumbuhan dan produksi dimana kondisi air tidak menggenang, sejak penanaman sampai 5 hari setelah tanam terlihat rekahan kecil maka dilanjutkan dengan pembasahan ulang pada sore hari hingga lembab dan dikeringkan pula hingga terbentuk rekahan kecil pada 3 hari berikutnya. Periode ini berlangsung hingga masuknya masa pembungaan, selama masa pembungaan hingga matang fisiologis tinggi air dipertahankan 3 cm. (3) Penggunaan bahan organik sampai batas normal kadar bahan organik tanah yaitu 3-5%. (4) Pengaturan jarak tanam yang lebar 30x30 cm dan penanamannya 1 bibit perlobang tanam.
Di Indonesia sendiri, metode SRI mulai dikembangkan melalui pengujian dan evaluasi di Balai Penelitian Padi Sukamandi, Jawa Barat. Pengujian dilakukan pada dua musim tanam yaitu pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton/ha dan pada musim hujan 1999/2000 menghasilkan padi 8.2 ton/ha Hasan dan Sato, 2007 (dalam Hasibuan, 2013). Seperti metode lainnya, SRI juga memiliki keunggulan dan tantangan. Keunggulan SRI antara lain:
a.       Dapat meningkatkan produksi padi sampai 50% bahkan ada yang lebih.
b.      Pengurangan dalam pemakaian :
·         Benih 80-90%.
·          Kebutuhan air 25-50%.
c.       Semua varietas benih dapat digunakan.
d.      Biaya produksi turun 10-25%.
e.       Pendapatan petani meningkat.
Adapun tantangan dari proyek SRI dalam penerapannya yang telah dipelajari meliputi: petani atau buruh tanam kesulitan tanam bibit muda, petani kesulitan mencari tenaga kerja, petani atau buruh tanam kesulitan menanam jarak lebar, pola pikir petani masih mainded pupuk kimia, dan petani kesulitan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu. Adapun masalah dan kendala penerapan SRI sebagai berikut:
1. Petani atau buruh tanam kesulitan menanam dengan bibit muda.
            Salah satu kunci sukses proyek SRI adalah menanam bibit muda, yakni pada umur 7-15 hari. Jika petani menanam bibit yang lebih tua - 3, 4, 5 atau 6 minggu – maka mereka telah kehilangan banyak potensi untuk menghasilkan sejumlah anakan tanaman. Cara tanam bibit padi umur muda yaitu ketika bibit didorong ke dalam tanah harus digeser seperti huruf L hal ini untuk mengurangi tekanan akar tanaman dan memudahkan tanaman proses melanjutkan pertumbuhan akar. Hal inilah salah satu kesulitan buruh tanam karena mereka terbiasa menanam bibit konvensional dengan ditekan kedalam dengan kedalaman sekitar 4-6cm. Sehingga cara menanam bibit muda merupakan hambatan tersendiri bagi buruh tanam.
Salah satu alasan menanam bibit muda dengan digeser adalah pada pertumbuhan akar tanaman. Akar tanaman padi tumbuh dari ujungnya. Jika ujung menunjuk ke atas maka akar harus mengubah posisinya di dalam tanah untuk mendapatkan ujung menunjuk ke bawah sebelum dapat melanjutkan pertumbuhan. Hal ini memerlukan banyak energi dan usaha dari akar kecil, pada saat itu masih lemah setelah tanam, terutama jika telah dibiarkan kering karena keterlambatan menanam. Hal inilah yang menjadi risiko besar untuk menanam bibit muda.
2. Petani kesulitan mencari tenaga kerja atau buruh.
Ketersediaan tenaga kerja di tempat penelitian sulit ditemukan pada musim tanam padi, karena pada saat itu hampir semua petani menanam padi secara serempak. Bahkan, ada yang menyewa buruh tanam dari luar desa tersebut. Alasan lain yaitu, dimana areal yang ditanam sangat besar sedangkan tenaga kerja relatif tetap, mengingat usia tenaga kerja banyak diatas 40 tahun. Sedangkan penduduk yang usia produktif 18-40 tahun lebih banyak mencari pekerjaan di luar desa, misalnya di pabrik rokok, atau sopir, bahkan menjadi Tenaga Kerja Wanita atau Tenaga Kerja Indonesia.
3. Petani atau buruh tanam kesulitan menanam dengan jarak tanam renggang atau lebar.
Untuk menanam dalam pola jarak tanam lebar atau jarak yang teratur, salah satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan baris (tali) yang diikat di antara tongkat di pinggir lapangan, jarak 25 cm - atau 30 cm, atau 40 cm, atau mungkin 50 cm jika tanah sangat subur dan dikelola dengan baik. Garis harus ditandai (atau diikat) pada interval yang sama untuk menyesuaikan lebar baris sehingga akan ada jarak seragam yang memfasilitasi penyiangan. Atau seseorang dapat menggunakan seperti sikat terbuat dari bambu dan ada celah atau spasi atau jarak yang diinginkan.
Alternatif lain untuk menanam adalah dengan menggunakan garu khusus untuk mencetak permukaan lapangan di sebuah pola persegi untuk menanam bibit di persimpangan dari garis-garis. Ada sebagian petani merasakan garu khusus ini bisa menjadi metode yang lebih cepat daripada menggunakan tali. Ternyata ada sebagian petani yang kesulitan menerapkan model seperti itu. Alasan lain adalah kalau cara konvensional tidak ada ukuran dan langsung tanam sehingga cepat dalam pengerjaannya, tidak menyita, selain itu jika buruh tanam menanam dengan jarak lebar ada sebagian buruh mengeluhkan nyeri punggung dan susah jangakauan tangan atau kaki sehingga dianggap tidak praktis dan ribet.
4. Petani masih senang pada pupuk kimia (Minded pupuk kimia).
Sebagian besar khususnya petani sulit menerapkan SRI karena masih tergantung pada pupuk kimia, dan hanya sedikit yang menggunakan pupuk organic. Karena bagaimanapun juga pendekatan SRI ini juga mengarah pada penggunaan pupuk organik.
5. Petani kesulitan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu.
Berdasarkan interview mendalam, bahwa hama dan penyakit ini mudah timbul dikarenakan kebiasaan petani dalam usaha taninya yang dirasa justru mengundang datangnya hama dan penyakit tanaman tersebut. Contohnya adalah pada pola tanam yang mana lahan terus menerus digunakan untuk menanam padi, tidak ada pergantian dengan komoditi lain. Padahal hal tersebut selain membuat hama tetap bertahan dan terus berkembangbiak, dampak lain yang ditimbulkan adalah penurunan kualitas lahan itu sendiri. Lambat-laun jika dibiarkan terus seperti itu lahan akan kering, rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
Rotasi tanaman atau pergantian tanaman dengan komoditas lain perlu untuk dilakukan, yang tentu dengan hal tersebut bisa menekan perkembangbiakan hama bahkan memutus rantai hidup hama pembawa penyakit ini. Rotasi tanaman memiliki dampak positif antara lain tanah tidak akan terlalu capek dan dapat dipulihkan secara perlahan. Penanaman secara serempak pun adalah cara lain yang dirasa cukup bagus untuk mengendalikan hama wereng hijau dalam pergerakannya menularkan virus tungro. Dengan sistem tanam yang serempak wereng hijau tidak akan terus-terusan berkembangbiak setelah masa panen usai.





BAB 3. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      SRI sendiri berupa metode pertanian yang berkelanjutan yang ramah lingkungan dimana pengelolaannya jauh dari polusi kimia sehingga produk berbasis organik dan  non-residu baik di tanah, lingkungan, dan produk.
2.      Secara umum perbedaan sistem SRI dan sistem konvensional sendiri terletak pada proses pemilihan bibit, pengolahan tanah, irigasi, dan perawatanya.
3.      Ada beberapa kesulitan yang dihadapi oleh petani sistem SRI ini diantaranya sebagai berikut:
a.       Petani atau buruh tanam kesulitan menanam dengan bibit muda.
b.      Petani kesulitan mencari tenaga kerja atau buruh.
c.       Petani atau buruh tanam kesulitan menanam dengan jarak tanam renggang atau lebar
d.      Petani masih senang pada pupuk kimia (Minded pupuk kimia).

e.       Petani kesulitan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu

data permasalahan petani

Inventarisasi Permasalahan Pertanian Indonesia
Pertanian di Indonesia bukan sebuah hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia, tapi memang sudah menjadi bahan pembicaraan atau topik utama di setiap kalangan masyarakat baik dari tingkat bawah sampai tingkat atas, itu semua karena Indonesia sendiri merupakan negara agraris sehingga pertanian merupakan titik tumpu dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat meskipun ada diantaranaya untuk memenuhi kebutuhan pangan masih tergantung terhadap negara lain. Pembicaran mengenai pertanian sendiri tidak jauh dari permasalahan – permasalahan yang dihadapi oleh para petani terutama yang melanda pertanian di Indonesia. Permasalahan bidang pertanian tidak hanya sebatas dari sistem yang digunakan tapi banyak hal lagi yang menjadi tantangan berat bagi para petani dalam mendapatkan hasil pertanian yang sesuai dengan rencana sebelumnya, diantara dari permasalahan dalam bidang pertanian yang menjadi garis pokok untuk membentuk sistem pertanian yang berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip agroekologi yaitu:
1.       Masih banyak didominasi oleh usaha dengan skala kecil dan usaha sendiri (Swasembada) dan pengetahuan yang terbatas akan pertanian yang berkelanjutan.
2.      Modal yang sedikit dan pinjaman yang sulit.
3.      Penggunaan teknologi yang masih sederhana.
4.      Terpengaruh oleh musim dengan sistem yang masih konvensional.
5.      Saat panen biasanya para petani tidak memasarkan hasilnya sehingga petani tidak mendapatkan hasil (keuntungan) yang lebih, mereka hanya mengkonsumsi sendiri dan sebagian di simpan untuk persiapan bibit jika musim tanamn datang lagi.
6.      Umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi).
7.      Penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang makin tinggi dikalangan masyarakat.
8.      Semakin sempitnya lahan pertanian karena dialih fungsikan pada bangunan –bangunan rumah tangga, pabrik dan gedung-gedung besar.
9.      Bayaran terhadap buruh tani rendah tidak sesuai dengan harga produk yang dipasarkan.
10.  Pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani.
Selain itu permasalahan-permasalahan yang menghambat pembangunan pertanian di Indonesia seperti pembaruan agraria (konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) yang semakin tidak terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani, dan kelangkaan pupuk pada saat musim tanam datang (Ismpi, 2009).
Menurut Solahudin (2005), masalah pokok yang ada pada pertanian Di Indonesia yaitu:
1.    Semakin meningkatnya buruh tani dan petani miskin Di Indonesia
2.    Semakin sempitnya kepemilikan dan penguasaan lahan bagi petani dan semakin banyaknya lahan pertanian yang tidak subur
3.    Produktivitas pertanian, terutama tanaman pangan masih relatif rendah
4.    Daya saing produk pertanian yang masih rendah
5.    Teknologi yang digunakan masih tradisional
6.    Ketergantungan produk impor untuk beberapa komoditi masih tinggi, seperti beras, gula, gandum, kedelai, jagung, dan daging.
Menurunnya daya dukung dan rusaknya lingkungan

Friday 6 September 2013

Cara Memberi Animasi pada Blog Anda

Langkah-langkahnya :

1. Buka alamat http://widgetindex.blogspot.com
2. Lihat sebelah kiri anda ada tulisan kategori widget & best quotes, disana anda bisa menemukan banyak gambar. Jika ingin mengganti tulisan ucapan selamat datang, disana ada 3 jenis, yaitu:
- welcome to my blog misc
- welconme to my blog anime
- welcome to my blog KPOP
3. Setelah anda memilih, anda dapat mengcopy script widget yang anda pilih
4. Log in di blog Anda www.blogger.com
5. Klik Desain, kemudian klik tata letak
6. Klik tambahkan gadget sebelah kanan halaman anda
7. Klik eidt HTML/Java Script
8. Masukkan script yang kita copy tadi, kemudian simpan
9. Kemudian liat blog anda
10. Selamat mencoba :)

Wednesday 4 September 2013

Cara Menambahkan musik dalam blog / web milik kita

Halo sobat bloggers..Kali ini saya akan menuliskan sebuah artikel pendek tentang bagaimana caranya menambahkan musik dalam blog/web yang kita miliki, biar lebih berwarna dan lebih seru gitu blog kita kalau dikunjungi orang.hehe

Oke sob, kita masuk pada inti dari artikel ini ya.
Saya memakai http://www.stafaband.info untuk medianya, karena di web ini ada source code bagi yang ingin melampirkan musik dalam blog atau websitenya.

Kita masuk tahap pertama ya bos,
Masuk seperti biasa pada http://www.stafaband.info/ ,lalu SEARCH lagu yang kita inginkan.
setelah kita mengklik lagu yang kita inginkan akan muncul halaman sebagai berikut, dan ada bagian kecil yang screenshootnya seperti ini :





blok pada kode yang ada tersebut, lalu copy.

tahap kedua, buka dashbor blog anda, dan buka menu template. Didalam itu anda akan menemukan tatanan visual blog anda dan pasti akan ada menu "tambahkan gadget", klik menu tersebut dan pilih HTML/Javascript. Paste kode tadi pada kolom yang dsediakan, lalu Save.
Jadi deh, tinggal menyesuaikan letak gadget sesuai keinginan anda, download full version dari lagu yang anda tambahkan tadi jika masih belum mempunyai filenya.


Sekian artikel sederhana ini saya buat, semoga bermanfaat bagi sobat bloggers semua ya :)

Friday 5 July 2013

Long Distance Relationship

Long Distance Relationship biasanya disingkat dengan LDR, yaitu suatu hubungan jarak jauh. Hubungan LDR juga membutuhkan banyak biaya juga looh, misalnya biaya telfon dan biaya ketemuan. Coba hitung deh, biaya telfon berhari berapa? belum lagi kalo ketemu, harus bayar biaya transport kalo ketemu, bayar makan, bayar persewaan, belum lagi kalo ceweknya minta ini minta itu. *repot banget deh. (makannya kalo cari pasangan jangan yang minta ini itu *eehh)


Dalam hubungan LDR, perlu banget buat sang pasangan harus bisa bersabar, percaya, dan harus saling mengerti. Di saat pasangan marah sama kamu, kamu harus bisa mengalah, kalo tidak, pasti tidak akan pernah akur dalam suatu hubungan. Jika kamu salah, kamu bisa minta maaf sama dia, dan jangan lupa beri alasan pasangan kenapa kamu melakukan seperti itu.  LDR itu membutuhkan energi yang luar biasa, apalagi di saat kangen (marah itu sakit, menahan marah lebih sakit), tapi klo dibandingan sama nahan kangen si, menurut aku sakitan menahan sakit. Apalagi dikala suatu hubungan itu ada yang sibuk, hhmmm pasti mencoba bersabar dan nahan kangen tuuh. Tapi kalo kangennya udah numpuk" (mau membludak) kalo ketemu pasti nikmat kok rasanya :) 

Buat pasangan yang LDR, kalo waktu ketemu, usahain jangan bertengkar lah *masak jarang ketemu bertengkar sii? kan sayang waktunya terbuang cuma karena bertengkar. Orang waktu mau ketemu aja pasti ndak bisa tidur, karena kepikiran besok mau ngapain ya sama si do'i? *gitu mau bertengkar. Kalo ketemu itu, enaknya bisa canda tawa, makan bareng, cerita bareng, kangen-kangenan :). Tapi kalo uda saatnya pisah dan kembali ke tempat masing-masing, pasti rasanya ndak mau lepas sama dia. Pinginnya slalu di dekat dia trus :'). Tapi kan ndak mungkin? karena kita kan pasti punya aktivitas masing-masing. Kalo dia ditakdirkan untuk kita, kita akan slalu bersama dia kok :)



Monday 22 April 2013

PEMBIAKAN TANAMAN DENGAN CARA STEK


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI BENIH

LAPORANPRAKTIKUM

NAMA                                      : JENI WIDYA R
NIM                                           :121510501018
GOL/KELOMPOK                 : KAMIS/I
ANGGOTA                              : 1. YENI MAYANG SARI   (121510501011)
                                                     2. IMRON ROSYIDI            (121510501022)
                                                     3. IRA SULISTIANA           (121510501024)
                                                     4. NOVITA F.M                    (121510501001)
                                                     5. MUHAMAD NUNALIF  (121510501178)
                                                     6. ADY SHOLIHIN               (121510501013)
                                                     7. JENI WIDYA R                (121510501018)
                                                     8. RIZKY AMRILLAH        (121510501015)
JUDUL ACARA                     : PEMBIAKAN TANAMAN DENGAN CARA STEK (CUTTAGE)
TANGGAL PRAKTIKUM   : 7 MARET 2013
TANGGAL PENYERAHAN         : 11 APRIL  2013
ASISTEN                                  : 1. AKHMAD TAUFIQUL HAFIZH
                                                     2. LARAS SEKAR ARUM
                                                     3. MANUEL EDISON ANO
                                                     4. RAAF LUQMAN SYAH
                                                     5. DIYAH AYU SETYORINI
                                                     6. NOVITA FRIDA SAFATA
                                                     7. OKTAVIA RIZKI SETIYA R
                                                     8. MOCH GUFRON ARIF R
                                                     9. ALMANSYAH NUR SINATRYA

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembiakan tanaman ada dua yaitu generatif dan vegetatif. Pembiakan secara aseksual merupakan dasar pembiakan vegetatif, dimana terlihat kesanggupan tanaman membentuk kembali jaringan-jaringan dan bagian-bagian lain. Pada sebagian tanaman, pembiakan vegetatif merupakan proses alamiah yang sempurna atau merupakan suatu proses buatan manusia.
Untuk memperoleh bibit yang unggul sebaiknya perbanyakan dilakukan dengan cara pembiakan vegetatif. Hal ini disebabkan pada pembiakan vegetatif akan diperoleh hasil yang yang mewarisi seluruh sifat iduk tanaman, sehingga kinerja genotipe unggul yang terdapat pada pohon induk akan diulangi secara konsisten pada keturunan.
Bermacam-macam cara pembiakan tanaman secara vegetatif diantaranya adalah memperbanyak tanaman dengan cara menyetek. Perbanyakan tanaman ini juga diperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Antara lain ketahanan terhadap serangan penyakit, rasa buah, warna dan keindahan bunga dan sebagainnya.
Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama dengan induknya. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, daun, sekaligus.
Pembanyakan secara vegetatif ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: stek atau cutting, okulasi, penyambungan, dan cangkok. Perbanyakan stek tidak memerlukan teknis yang rumit yang dimana dalam perbanyaka tanaman stek ini mempunyai keunggulan yaitu dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak walaupun bahan tanaman yang tersedia terbatas dan dapat menghasilkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya.
Menyetek merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif buatan yang memperlakukan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan maksud agar organ-organ tersebut membentuk akar yang selanjutnya menjadi tanaman baru yang sempurna. Penyetekan merupakan suatu perlakuan pemisahan, pemotongaan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun dan tunas dengan tujuan bagian-bagian tanaman tersebut menghasilkan tanaman baru. Perbanyakan dengan stek umumnya dilakukan pada tanaman dikotil, pada monokotil masih jarang, namun pada beberapa tanaman seperti Sansiveira sp. dalam kondisi terkontrol dapat dilakukan. Menyetek bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang sempurna dengan akar, batang dan daun dalam waktu relative singkat serta memiliki sifat yang serupa dengan induknya, serta dipergunakan untuk mengekalkan klon tanaman unggul dan juga untuk memudahkan serta mempercepat perbanyakan tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam pembentukan akar meskipun setek dalam kondisi yang sama. 

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelaari cara-cara penyetekan
2. Untuk mengetahui pengaruh komposisi media tanam terhadap keberhasilan pembentukan sistem perakaran pada stek batang
  

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pembiakan vegetatif sangat diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama Na’iem, 2000 (dalam Adinugraha, 2007). Dari satu batang bibit yang telah diketahui kualitas genetiknya dapat diperbanyak menjadi beberapa batang bibit baru yang memiliki kualitas yang seragam (Hidayat, 2010)
Reproduksi vegetative secara buatan adalah terjadinya individu baru(tanaman baru) karena tindakan manusia (Abdullah, 2007). Perbanyakan tanaman dengan stek merupakan cara pembiakan tanaman yang sederhana, cepat dan tidak memerlukan teknik tertentu (Rukmana, 2012).
Stek adalah reproduksi vegetative suatu tumbuhan dari potongan batang, daun, daham, atau ranting, yang kemudian ditanam. Penyetekan adalah suatu perlakuan atau pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun, dan tunas dengan maksud agar organ-organ tersebut membentuk akar yang selanjutnya menjadi tanaman baru yang sempurna dalam waktu yang relative cepat dan sifat-sifatnya serupa dengan induknya. Pembiakan dengan cara stek ini pada umumnya dipergunakan mengekalkan klon tanaman unggul dan juga untuk memudahkan serta mempercepat perbanyakan tanaman (Abdullah, 2007).
Beberapa teknik stek yang dapat digunakan adalah stek daun, stek batang, dan stek akar (Hidayat dan Sri, 2009). Peranyakan tanaman dengan cara setek merupakan perbanyakan tanaman dengan cara menanam bagian-bagian tertentu dari tanaman. Bagian tertentu itu bisa berupa pucuk tanaman, akar, atu cabang. Proses penyetekan tanaman itu sendiri cukup mudah. Kita tinggal memotong tanaman yang terpilih dengan menggunakan pisau yang tajam untuk menghasilkan potongan permukaan yang halus. Pemotongan stek bagian ujung sebaiknya berada beberapa milliliter dari mata tunas. Setek yang baik untuk ditanam harus berasal dari induk yang sehat. Mutu fisiologis setek yang rendah dapat mempengaruhi hasil panen karena tingkat kesuburan dan pertumbuhan tidak merata Rumiati et al., 1998 (dalam Melati dan Rusmin, 2008)


BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
           Kegiatan praktikum pembiakan tanaman pada acara 5, yaitu tentang pembiakan vegetatif dengan cara stek (currage) yang dilaksanakan pada hari Kamis,7 Maret 2012, di laboratorium teknologi benih, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. 

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Pasir
2. Kompos
3. Arang sekam
4. Polibag
5. Pisau tajam (cutter)
6. Botol semprot
7. Timba

3.2.2 Bahan
1. Tanaman lidah mertua (Sansiveira sp.)

3.3 Cara Kerja
1.    Menyiapkan bahan media tanam dan alat
2.    Membuat perlakuan media tanam menjadi beberapa komposisi sebagai berikut:
a)      Mencampur pasir, kompos, arang sekam dengan perbandingan 3:1:1
b)      Mencampur pasir, kompos, arang sekam perbandingan 1:3:1
c)      Mencampur pasir, kompos, arang sekam perbandingan 1:1:3
3.    Memasukkan media tanam ke dalam polibag dengan volume ²/3  bagian dari dasar polibag
4.    Memilih bahan stek dengan memotong bagian daun lidah mertua yang agak muda miring 45˚ ukuran ± 10 cm
5.    Menanam bahan stek ke dalam polibag yang telah diisi dengan komposisi media tanam hingga 1/3 bagian
6.    Menjaga kelembaban tanah dengan melakukan penyiraman menggunakan hand sprayer. 


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel
Perlakuan
Ulangan
Parameter
Jumlah Akar
P. Akar (cm)
Pasir, Kompos, Sekam
1 : 2 : 1
45º
1 (1)
27
1,5
2 (3)
11
1,5
3 (5)
12
1,5
Rata-rata
17
1,5
180º
1 (2)
19
2
2 (4)
10
0,5
3 (6)
17
2,5
Rata-rata
15
1,7

4.1.2 Grafik Hasil Pengamatan Setek
a. Grafik Jumlah Akar Hasil Setek
Perlakuan
Jumlah Akar
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Pasir, Kompos, Sekam
1 : 2 : 1
45º
27
11
12
17
180º
19
10
17
15

b. Grafik Panjang Akar Hasil Setek
Perlakuan
Panjang Akar (cm)
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Pasir, Kompos, Sekam
1 : 2 : 1
45º
1,5
1,5
1,5
1,5
180º
2
0,5
2,5
1,7

4.2 Pembahasan
Perbanyakan dengan stek mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan khusus dan teknis pelaksanaan yang rumit. Dimana, perbanyakan tanaman dengan stek ini mempunyai berbagai keunggulan seperti dapat menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan tanaman induknya dan dengan dilakukan perbanyakan tanaman secara stek lebih cepat berbuah dan berbunga, dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak walaupun bahan tanaman yang tersedia terbatas atau sedikit.
Selain adanya keunggulan, perbanyakan tanaman secara stek terdapat juga kelemahan baik secara fisiologis maupun morfologi dalam pertumbuhan tanaman yaitu perbanyakan tanaman secara stek ini memiliki akar serabut yang dimana akar serabut pertumbuhan tanamannya rentan yaitu sangant mudah roboh pada keadaan ikim yang kurang mendukung seperti angin kencang, tanah selalu jenuh, dsb sehingga perakarannya dangkal, membutuhkan tanaman induk yang lebih besar dan lebih banyak sehingga membutuhkan biaya yang banyak dan dalam perbanyakan tanaman secara stek tingkat keberhasilanya sangat rendah. Faktor-faktor yang keberhasilan pertumbuhan stek adalah faktor lingkungan dan faktor dari dalam tanaman:
1. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek yaitu: media perakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya. Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada pangkal stek. Media perakaran yang baik menurut Hartman (1983) adalah yang dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik, serta bebas dari patogen yang dapat merusak stek.
2. Faktor Dari Dalam Tanaman
Kondisi fisiologis tanamn mempengaruhi penyetekan adalah umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh.
a. Umur Bahan Stek
Stek yang berasal dari tanaman muda akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman tua, hal ini disebabkan apabila umur tanaman semakin tua maka terjadi peningkatan produksi zat-zat penghambat perakaran dan penurunan senyawa fenolik yang berperan sebagai auksin kofaktor yang mendukung inisiasi akar pada stek.
b. Jenis Tanaman
Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan dengan stek. Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit. Kandungan lignin yang tinggi dan kehadiran cincin sklerenkim yang kontinyu merupakan penghambat anatomi pada jenis-jenis sulit berakar, dengan cara menghalangi tempat munculnya adventif.
c. Adanya Tunas dan Daun Pada Stek
Adanya tunas dan daun pada stek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas berfungsi sebagai auksin. Selain itu, tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan Rhizokalin.
d. Persediaan Bahan Makanan
Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Ratio C/N yang tinggi sangat diperlukan untuk pembentukan akar stek yang diambil dari tanaman dengan C/N ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak dari pada tanaman dengan C/N ratio rendah.
e. Zat pengatur Tumbuh
Salah satu hormon tumbuh yang tidak lepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah auksin. Dalam hubungan antara pertumbuhan dan kadar auksin adalah sama pada akar, batang dan tunas yaitu auksin merangsang pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya menghambat pertumbuhan pada kadar tinggi.
Pada praktikum ini, perbandingan komposisi media 1 : 2 : 1. Media-media yang digunakan untuk perkembangbiakan stek ni antara lain pasir, kompos, dan arang sekam. Dalam percobaan, media yang paling baik digunakan adalah media yang mengandung campuran kompos lebih banyak yaitu perbandingan 1 : 2 : 1 (1 pasir : 2 kompos : 1 arang sekam). Hal itu disebabkan karena karena pada bagian tengah memiliki C/n yang ideal sehingga memberikan respon yang terbaik. C/n merupakan rasio yang tinggi menunjukkan kandungan karbohidrat yang diperlukan pada awal pertumbuhan akar serta  media kompos mengandung banyak bahan organik yang berasal dari daun – daun yang membusuk sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bahan stek. Sedangkan pada media yang mengandung pasir atau arang sekam lebih banyak dibandingkan kompos hanya menghasilkan jumlah akar dan panjang akar lebih sedikit.
Pertumbuhan sel kalus berasal dari sel-sel muda pada daerah kambium pembuluh lebih mudah di iringi dengan pergerakan auksin yang lebih lancar. Pada perlakuan memotong daun 45˚ terdapat banyak akar daripada memotong daun 180˚, hal ini menunjukkan bahwa semakin datar permukaan setek maka potensi utmbuhnya akar akan lebih kecil. Sehingga dalam penyetekan permukaan batang stek harus di sesuaikan (Adit, 2012).


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Perbanyakan tanaman dapat melaui dua cara yaitu dengan cara vegetatif dan generatif
2. Bagian tanaman yang dapat di stek yaitu akar, batang, dan daun
3. Pemberian ZPT (zat pengatur tumbuh) dalam pertumbuhan tanaman stek yaitu dapat membantu pembentukan kalus dan terjadi pembentukan akar
4. Pemotongan pada daun lintang 45˚ hasilnya lebih baik daripada 180˚, karena pada 45˚ mempunyai luas permukaan yang lebih luas sehingga banyak akar yang tumbuh

5.2 Saran
                      Sebaiknya praktikan harus lebih jelih dalam melaksanakan metode pelaksaan agar mendapatkan hasil yang sesuai.


DAFTAR PUSTAKA
                     
Abdullah, M, dkk. 2007.Ipa Terpadu SMP dan MTs Jilid 3a. Jakarta:esis

Adinugraha, H. A, dkk. 2007. Pertumbuhan Stek Pucuk dari Tunas Hasil Pemangkasan Semai Jenis Eucalypus pelilita F. Muell di Persemaian. Pemuliaan Tanaman Hutan, 1(1)

Adit, R. 2012. Pembiakan Vegetatif dengan Cara Stek. http://rezer-adt.blogspot.com/2012/11/pembiakan-vegetatif-dengan-cara-stek.html. Diakses 1 Desember 2012

Hidayat, Y. 2010. Pertumbuhan Akar Primer, Sekunder, Tersier Stek Batang Bibit Surian (Toona sinensis Roem). Wana Mukti Forestry Research, 10 (2): 1-8

Hidayat, S dan Sri. W. 2009. Seri Tumbuhan Obat Berpotensi Hias(2). Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Melati dan D. Rusmin. 2008. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Mutu dan Pertumbuhan Setek Nilam Berakar (Pogostemon cablin Benth) selama Penyimpanan. Littri, 14(1) : 1-6

Rukamana, R. 2012. Bugenvil. Cetakan ke 13. Yogyakarta: Kanisius